Beranda | Artikel
Hukum Rebana dan Ikhtilath Dalam Merayakan Pesta Pernikahan
Senin, 1 Mei 2006

HUKUM MEMAINKAN REBANA, LAGU DAN IKHTILATH DI DALAM MERAYAKAN PESTA PERNIKAHAN

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Pada akhir-akhir ini, dengan datangnya liburan musim panas banyak terjadi kesalahan dalam pelaksanaan pesta pernikahan, baik yang dilakukan di rumah ataupun di gedung-gedung pesta komersial, dan yang dilaksanakan di gedung-gedung komersial lebih parah dan lebih buruk, seperti menabuh gendang (rebana) dan lantunan lagu dari kaum wanita dengan menggunakan pengeras suara dan di shotting dengan video. Yang lebih parah dari itu, laki-laki yang telah menikah mencium isterinya di hadapan kaum wanita. Dimana rasa malu dan takut kepada Allah?! Ketika mereka diberi nasehat oleh orang-orang yang masih mempunyai ghirah di dalam beragama atas perbuatan haram yang mereka lakukan, mereka menjawab, “Syaikh Fulan memfatwakan boleh menabuh gendang”. Kalau pernyataan ini benar, maka kami memohon dengan hormat kepada Syaikh untuk mejelaskan yang benar bagi kaum muslimin.

Jawaban
Menabuh gendang pada hari-hari resepsi pernikahan itu boleh atau sunnah, jika hal itu dilakukan dalam rangka I’lanunnikah (menyiarkan nikah), akan tetapi dengan syarat-syarat berikut.

Pertama : Menabuh gendang yang dimaksud adalah gendang yang dikenal dengan nama rebana, yaitu yang tertutup satu bagian saja, karena yang tertutup dua bagian (lubang)nya disebut thablu (gendang). Yang ini tidak boleh, karena tergolong alat musik, sedangkan semua alat musik hukumnya haram, kecuali ada dalil yang mengecualikannya, yaitu seperti gendang rebana untuk pesta pernikahan.

Kedua : Tidak dibarengi dengan sesuatu yang diharamkan, seperti lagu murahan yang membangkitkan birahi. Lagu seperti ini dilarang, baik dialunkan dengan gendang maupun tidak, di waktu pesta pernikahan ataupun lainnya.

Ketiga : Tidak menimbulkan fitnah (kemaksiatan), seperti suara-suara merdu bagi laki-laki. Jika hal itu dapat mengundang fitnah maka haram hukumnya.

Keempat : Tidak mengganggu orang lain. Dan jika ternyata mengganggu orang lain maka dilarang, seperti lagunya dilantunkan dengan pengeras suara (sound system). Ini dapat mengganggu tetangga dan siapa saja yang merasa resah dengannya dan juga tidak lepas dari fitnah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang orang-orang yang shalat menyaringkan bacaannya agar tidak mengganggu yang lain. Lalu bagaimana dengan suara gendang dan lagu!
Adapun tentang mengambil photo dengan menggunakan kamera, tidak diragukan lagi bagi orang yang berakal akan keburukannya. Orang yang berakal sehat saja, apalagi seorang mu’min tidak akan rela keluarga, ibu dan putri-putrinya, saudara-saudara perempuannya, isterinya dan lainnya di photo untuk dijadikan barang dagangan yang ditawarkan kepada orang atau sebagai mainan yang dijadikan objek bagi orang-orang fasik. Yang lebih buruk lagi adalah mengambil gambar acara pesta dengan kamera video, karena gambarnya adalah gambar hidup. Ini merupakan perkara yang diingkari oleh setiap orang yang mempunyai akal sehat dan agama yang lurus, dan sungguh sangat tidak terbayang orang yang masih mempunyai rasa malu dan iman akan memperbolehkannya.

Sedangkan tari-tarian kaum perempuan adalah perbuatan yang sangat jelek, kami tidak akan membolehkannya, karena kami telah mendengar kejadian-kejadian negatif yang ditimbulkannya di kalangan kaum perempuan. Kalau tari-tarian itu dilakukan oleh kaum lelaki, maka itu lebih jelek lagi, karena termasuk tasyabbuh (meniru-niru) kaum perempuan. Apabila dilakukan bersama antara kaum lelaki dan kaum perempuan, lebih berat lagi dosanya dan lebih buruk, karena mengandung unsur campur baur lelaki dengan perempuan dan fitnah yang sangat besar, lebih-lebih di dalam acara pesta pernikahan

Tentang seorang laki-laki yang menghadiri perkumpulan wanita, sebagaimana disebutkan oleh penanya, dan di situ ia mencium isterinya di hadapan mereka, sungguh sangat aneh sekali hal itu bisa terjadi pada seorang laki-laki yang telah Allah karuniai pernikahan, lalu menerimanya dengan cara perbuatan mungkar secara syar’i maupun secara akal sehat. Bagaimana mungkin seorang suami melakukan perbuatan seperti itu terhadap isterinya di hadapan orang banyak ?! Apakah mereka tidak khawatir kalau lelaki yang hadir di tengah-tengah kaum perempuan itu akan melihat perempuan yang lebih cantik daripada isterinya, lalu isterinya luput dari pandangan matanya, kemudian pikirannya terarah kepada perempuan cantik itu, sehingga bisa berakibat fatal antara dia dengan mempelai laki-laki!

Untuk mengakhir jawaban ini, saya menasehatkan kepada segenap kaum muslimin agar mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan buruk seperti itu dan saya mengajak mereka untuk bersyukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya, menempuh jalan hidup para ulama terdahulu (salaf shalih), terbatas pada yang diajarkan oleh Sunnah saja dan tidak mengikuti keinginan hawa nafsu orang-orang yang telah tersesat sebelumnya yang telah menyesatkan banyak manusia dari jalan yang lurus.

[Fatawa Mu’ashirah, hal.36-39]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Musthofa Aini Lc]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1827-hukum-rebana-dan-ikhtilath-dalam-merayakan-pesta-pernikahan.html